Nineteen | 8e Share | PKN | Nineteen| 8e Share | PKN | Nineteen | 8e Share | PKN |

Sikap positif terhadap amandemen UUD 1945

Sunday, 30 August 2009

Sikap positif terhadap amandemen UUD 1945


- Berusaha mempelajari isi konstitusi hasil amandeman agar memahami makna konstitusi tersebut.

- Melaksanakan isi konstitusi sesuai dengan profesi masing-masing.

- Membantu pemerintah dalam mensosialisasikan isi konstitusi hasil amandeman kepada warga masyarakat.

- Melaporkan kepada yang berwajib apabila ada pihak-pihak yang melanggar konstitusi.

- Mengawasi para penyelenggara Negara agar melaksaakan tugasnya sesuai konstitusi yang berlaku

- Mempelajarai peraturan perundang-undangan yang berlaku apakah sudah sesuai atau belum dengan konstitusi, jika belum kita usulkan kepada yang berwenang agar ada perubahan.

- Mengamati berbagai kegiatan politik/ partai politik, apakah sudah sesuai dengan amanat konstitusi

- Menanamkan nilai-nilai konstitusi khususnya perjuangan bangsa kepada generasi muda

- Menangkal masuknya ideology asing yang bertentangan dengan konstitusi Indonesia.


Penyimpangan konstitusi tahun 1965-1998

indonesia mengalami masa penyimpangan konstitusi yang dilakoni oleh pemberontakan G30/S PKI pada tahun 1966. Kurun waktu Orde Baru tahun 1966 sampai 1998 yang mempunyai tekad melaksanakan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen. Karena telah terbukti bahwa pemberontakan G 30 S yang didalangi oleh PKI maka rakyat menghendaki dan menuntut PKI dibubarkan. Namun pada waktu itu pimpinan negara tidak mau memenuhi tuntutan rakyat sehingga timbul "situasi konflik "antara rakyat satu pihak dan Presiden dilain pihak.
Dengan berlandaskan pada Surat Perintah 11 Maret 1966, pengemban SUPERSEMAR pada tanggal 12 Maret 1966 membubarkan PKI dan ormas-ormasnya jadi dengan demikian tanggal 19 Maret 1966 dinyatakan sebagai titik awal Orde baru. Dalam masa ini telah dapat berhasil melaksanakan Undang-Undang Dasar 1945 dalam hal pembentukan lembaga-lembaga Negara dan lain-lain, namun perkembangan lebih lanjut Orde Baru didalam melaksanakan kekuasaan negara/pemerintah, sejalan dengan proses yang dihadapi ternyata terjadi penyimpangan-penyimpangan yang terlihat kepada pelaksanaan kekuasaan pemerintah mengarah otoriter. Dari pemerintah otoriter ini muncul terjadinya konflik horisontal maupun vertikal yang diakhiri oleh lengsernya Presiden Soeharto tanggal 21 Mei 1998, kemudian beralih kepada Pemerintah beraliran Reformasi
.


Penyimpangan konstitusi tahun 1998 sampai sekarang

bentuk-bentuk penyimpangan UUD 1945 pada masa Orde Baru meliputi, antara lain :

- Terjadi pemusatan kekuasaan di tangan Presiden, sehingga pemerintahan dijalankan secara otoriter.

- Berbagai lembaga kenegaraan tidak berfungsi sebagaimana mestinya, hanya melayani keinginan pemerintah (Presiden).

- Pemilu dilaksanakan secara tidak demokratis; pemilu hanya menjadi sarana untuk mengukuhkan kekuasaan Presiden, sehingga presiden terus menenrus dipilih kembali.

- Terjadi monopoli penafsiran Pancasila; Pancasila ditafsirkan sesuai keinginan pemerintah untuk membenarkan tindakan-tindakannya.

- Pembatasan hak-hak politik rakyat, seperti hak berserikat, berkumpul dan berpendapat.

- Pemerintah campur tangan terhadap kekuasaan kehakiman, sehingga kekuasaan kehakiman tidak merdeka.

- Pembentukan lembaga-lembaga yang tidak terdapat dalam konstitusi, yaitu Kopkamtib yang kemudian menjadi Bakorstanas.

- Terjadi Korupsi Kolusi Nepotisme (KKN) yang luar biasa parahnya sehingga merusak segala aspek kehidupan, dan berakibat pada terjadinya krisis multidimensi.


Pada tahun 1999 disebut dengan masa transisi.
sedangkan mulai tahun 1999 sampai 2002 dikenal dengan masa perubahan dan pembaharuan UUD 1945. dalam kurun waktu tersebut sudah dilaksanakan 4 kali rapat, antara lain :

- Sidang Umum MPR 1999, tanggal 14-21 Oktober 1999 → Perubahan Pertama UUD 1945

- Sidang Tahunan MPR 2000, tanggal 7-18 Agustus 2000 → Perubahan Kedua UUD 1945

- Sidang Tahunan MPR 2001, tanggal 1-9 November 2001 → Perubahan Ketiga UUD 1945

- Sidang Tahunan MPR 2002, tanggal 1-11 Agustus 2002 → Perubahan Keempat UUD 1945.

Hasil amandemen UUD 1945

Hasil hasil perubahan UUD 1945


Perubahan undang undang dasar atau sering pula disebut amandemen undang undang dasar merupakan undang undang reformasi

Dasar pemikiran yang menelatar belakangi dilakukannya perubahan UUD 1945 antara lain:


- UUD 1945 memberikan kekuasaan yang sangat besar pada presiden yang meliputi kekuasaan eksklusif dan legislative, khususnya dalam membentuk undang undang.

- UUD 1945 mengandung pasal pasal yang terlalu luwes (fleksibel) sehingga dapat menimbulkan lebih dari satu tafsir (multitafsir).

- Kedudukan penjelasan UUD 1945 sering kali diperlakukan dan mempunyai kekuatan hukum seperti pasal pasal (batang tubuh) UUD1945.

Perubahan UUD 1945 memiliki beberapa tujuan antara lain:

- menyempurnakan aturan dasar mengenai tatanan Negara dalam mencapai tujuan nasional dan memperkukuh Negara Kesatuan Republik Indonesia.

- Menyempurnakan aturan dasar mengenai jaminan dan pelaksanan kedaulatan rakyat serta memperluas partisipasi rakyat agar sesuai dengan perkembangan paham demokrasi.

- Menyempurnakan aturan dasar mengenai jaminan dan perlindungan HAM agar sesuai dengan perkembangan paham HAM dan peradaban umat manusia yang merupakan syarat bagi suatu Negara hukum yang tercantum dalam UUD 1945.

- Menyempurnakan aturan dasar penyelenggaraan Negara secara demokratis dan modern.

- Menyempurnakan aturan dasar mengenai kehidupan berbangsa dan bernegara sesuai dengan perkembangan jaman dan kebutuhan bangsa dan bernegara.


Dalam melakukan perubahan terhadap UUD 1945 terdapat beberapa kesepakatan dasar. Kesepakatan tersebut adalah:

- Tidak mengubah pembukaan UUD 1945

- Tetap mempertahankan NKRI

- Mempertegas system pemerintahan presidensial

- Penjelasan UUD 1945 yang memuat hal hal normatifakan dimasukan ke dalam pasal pasal (batang tubuh)


Perubahan terhadap UUD 1945 dilakukan secara bertahap karena mendahulukan pasal pasal yang disepakati oleh semua fraksi di MPR, kemudian dilanjutkan dengan perubahan terhadap pasal pasal yang lebih sulit memperoleh kesepakatan. Perubahan terhadap UUD 1945 dilakukan sebanyak 4 kali melalui mekanisme siding MPR yaitu:

- sidang umum MPR 1999 tanggal 14-21 oktober 1999

- sidang tahunan MPR 2000 tanggal 7-18 agustus 2000

- sidang tahunan MPR 2001 tanggal 1-9 november 2001

- sidang tahunan MPR 2002 tanggal 1-11 agustus 2002

perubahan UUD Negara RI 1945 dimaksudkan untuk menyempurnakan UUD itu sendiri bukan untuk mengganti.


Perubahan pertama. Perubahan pertama terhadap UUD 1945 ditetapkan pada tanggal 19 oktober 1999 dapat dikatakan sebagai tonggak sejarah yang berhasil mematahkan semangat yang cenderung mensakralkan atau menjadikan UUD sebagai sesuatu yang suci yang tidak boleh disentuh oleh ide perubahan. Perubahan pertama terhadap UUD 1945 meliputi 9 pasal, 16 ayat

Perubahan kedua. Perubahan kedua ditetapkan pada tanggal 18 agustus 2000, meliputi 27 pasal yang tersebar dalam 7 bab

Perubahan ketiga. Perubahan ketiga ditetapkan tanggal 9 november 2001, meliputi 23 pasal yang tersebar 7 bab

Perubahan keempat. Perubahan keempat 10 agustus 2002 meliputi 19 pasal yang terdiri atas 31 butir ketentuan serta 1 butir yang dihapuskan dalam naskah perubahan keempat ini ditetapkan bahwa:

- UUD 1945 sebagaimana telah diubah dengan perubahan pertama, kedua, ketiga, dan keempat adalah UUD 1945 dan diberlakukan kembali dengan dekrit presiden 5 juli 1959

-Perubahan tersebut diputuskan dalam rapat paripurna MPR RI ke-9 tanggal 18 agustus 2000 sidang tahunan MPR RI dan mulai berlaku pada tanggal ditetapkan

- Bab IV tentang “Dewan Pertimbangan Agung” dihapuskan dan pengubahan subtansi pasal 16 serta penempatannya kedalam bab III tentang “Kekuasaan Pemerintahan Negara”

Adapun rangkaian dan hl hal pokok perubahan UUD Negara republic Indonesia tahun 1945 dapat digambarkan seperti berikut:


Tuntutan reformasi

- amandemen UUD1945

- penghapusan doktrin dwi fungsi ABRI

- penegakan hukum, HAM dan pemberantasan KKN

- otonomi daerah

- kekebasan pers

- mewujudkan kehidupan demokrasi

sebelum perubahan jumlah:

- 16 bab

- 37 pasal

- 49 ayat

- 4 pasal aturan peralihan

- 2 ayat aturan tambahan

- Penjelasan

Dasar pemikiran perubahan

- kekuasaan tertinggi ditangan MPR

- kekuasaan yang sangat besar pada presiden

- pasal pasal multitafsir

- pengaturan lembaga Negara oleh presiden melalui pengajuan UU

- praktik ketatanegaraan tidak sesuai dengan jiwa pembukaan UUD 1945

kesepakatan dasar

- tidak mengubah pembukaan UUD 1945

- tetap mempertahankan NKRI

- mempertegas system presidensiil

- penjelasan UUD 1945 yang memuat hal hal normative akan dimasukan kedalam pasal pasal

- perubahan dilakukan dengan cara addendum


SU MPR 1999 (14-21 oktober 1999)

SU MPR 2000 (7-18 agustus 2000)

SU MPR 2001 (1-9 november 2001)

SU MPR 2002 (1-11 agustus 2002)


hasil perubahan jumlah:

- 21 bab

- 73 pasal

- 170 ayat

- 3 pasal aturan peralihan

- 2 pasal aturan tambahan

- Tanpa penjelasan

penyimpangan konstitusi

Penyimpangan Konstitusi

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, atau disingkat UUD 1945 atau UUD '45, adalah konstitusi negara Republik Indonesia saat ini.
UUD 1945 disahkan sebagai undang-undang dasar negara oleh PPKI pada tanggal 18 Agustus 1945. Sejak tanggal 27 Desember 1945, di Indonesia berlaku Konstitusi RIS, dan sejak tanggal 17 Agustus 1950 di Indonesia berlaku UUDS 1950. Dekrit Presiden 5 Juli 1959 kembali memberlakukan UUD 1945, dengan dikukuhkan secara aklamasi oleh DPR pada tanggal 22 Juli 1959.
Pada kurun waktu tahun 1999-2002, UUD 1945 mengalami 4 kali perubahan (amandemen), yang merubah susunan lembaga-lembaga dalam sistem ketatanegaraan Republik Indonesia.
Pada tanggal 22 Juni 1945, disahkan Piagam Jakarta yang menjadi naskah Pembukaan UUD 1945 setelah dihilangkannya anak kalimat "dengan kewajiban menjalankan syariah Islam bagi pemeluk-pemeluknya". Naskah rancangan UUD 1945 Indonesia disusun pada masa Sidang Kedua Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan (BPUPK). Nama Badan ini tanpa kata "Indonesia" karena hanya diperuntukkan untuk tanah Jawa saja. Di Sumatera ada BPUPK untuk Sumatera. Masa Sidang Kedua tanggal 10-17 Juli 1945. Tanggal 18 Agustus 1945, PPKI mengesahkan UUD 1945 sebagai Undang-Undang Dasar Republik Indonesia.

Periode UUD 1945 (1945-1949)

Penyimpangan yang terjadi, antara lain :
a. Komite Nasional Indonesia Pusat berubah fungsi dari pembantu pemerintah menjadi badan yang diserahi kekuasaan legislatif dan ikut menetapkan Garis-garis Besar Haluan Negara berdasarkan maklumat Wakil Presiden No. X tanggal 16 Oktober 1945. Seharusnya tugas-tugas itu dikerjakan oleh DPR dan MPR.
b. Sistem cabinet presidensial berubah menjadi cabinet parlementer berdasarkan usul Badan Pekerja Komite Nasional Pusat [ BP-KNIP] pada tanggal 11 November 1945 kemudian disetujui oleh presiden.

Periode Konstitusi RIS (1949-1950)

Penyimpangan yang terjadi, antara lain :
a. Negara Kesatuan Republik Indonesia berubah menjadi Negara Federasi Republik Indonesia Serikat [ RIS ].Perubahan tersebut berdasarkan pada Konstitusi RIS.
b. Kekuasaan legislative yang seharusnya dilaksanakan presiden dan DPR dilaksanakan DPR dan Senat.

Periode UUDS 1950 (1950-1959)

Penyimpangan yang mencolok pada masa UUDS 1950 adalah praktik adu kekuatan politik. Akibatnya, dalam rentang waktu 1950 - 1959 terjadi 7 kali pergantian kabinet. Selain itu ada pertentangan tajam dalam Konstituante yang merembet ke masyarakat, termasuk partai politik.

Periode Berlakunya Kembali UUD 1945 pada Pemerintahan Orde Lama (1959-1966)
Karena situasi politik pada Sidang Konstituante 1959 dimana banyak saling tarik ulur kepentingan partai politik sehingga gagal menghasilkan UUD baru, maka pada tanggal 5 Juli 1959, Presiden Soekarno mengeluarkan Dekrit Presiden yang salah satu isinya memberlakukan kembali UUD 1945 sebagai undang-undang dasar, menggantikan Undang-Undang Dasar Sementara 1950 waktu itu.
Pada masa ini, terdapat berbagai penyimpangan UUD 1945, diantaranya:
• Presiden mengangkat Ketua dan Wakil Ketua MPR/DPR dan MA serta Wakil Ketua DPA menjadi Menteri Negara.
• MPRS menetapkan Soekarno sebagai presiden seumur hidup.
• Pemberontakan Partai Komunis Indonesia melalui Gerakan 30 September Partai Komunis Indonesia.

Berbagai konstitusi yang berlaku

Monday, 3 August 2009

Berbagai Konstitusi yang Berlaku

Konstitusi (constitution) adalah undang-undang dasar atau hukum dasar. Menurut Kusnardi & Ibrahim (1983), UUD merupakan konstitusi yang tertulis. Selain konstitusi yang tertulis terdapat pula konstitusi yang tdk tertulis, yaitu konvensi. Konvensi adalah kebiasaan yg timbul & terpelihara dalam praktek ketatanegaraan dan mempunyai kekuatan hukum yg kuat.

Konstitusi atau UUD berisi ketentuan yg mengatur hal-hal mendasar dalam bernegara. Menurut Sri Soemantri (1987), suatu konstitusi biasanya memuat atau mengatur hal-hal pokok sebagai berikut :

1. Jaminan terhadap hak-hak asasi manusia & warga negara
2. Susunan ketatanegaraan suatu negara
3. Pembagian dan pembatasan tugas ketatanegaraan

Penyelenggaraan negara harus didasarkan pada konstitusi karena konstitusi menjadi pegangan dlm penyelenggaraan pemerintahan negara. Sebagai aturan dasar dlm negara, uud mempunyai kedudukan tertinggi dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia. Artinya semua jenis peraturan perundang-undangan di Indonesia kedudukannya di bawah UUD Negara RI, yakni UUD 1945

Sejak tgl 18 Agustus 1945 hingga sekarang, di negara Indonesia pernah menggunakan 3 macam UUD 1945, yaitu UUD 1945, Konstitusi RIS 1949, & UUD Sementara 1950. Untuk memahami pelaksanaan konstitusi atau UUD 45 tersebut, berikut uraiannya :

1. UU 1945, periode 18 Agustus 1945-27 Desember 1949
Pada saat Proklamasi Kemerdekaan tgl 17 Agustus 1945, negara RI belum memiliki konstitusi atau UUD. Namun sehari kemudian, yaitu tgl 18 Agustus 1945, PPKI mengadakan sidang pertama yg salah satu keputusannya adalah mengesahakan UUD 1945. Naskah UUD yg disahkan oleh PPKI trsbt dimuat dalam Berita Republik Indonesia No. 7 Tahun II 1946, yg terdiri dari Pembukaan, Batang Tubuh, & Penjelasan. Batang tubuh terdiri atas 16 Bab yg terbagi menjadi 37 pasal, serta 4 pasal Aturan Peralihan & 2 ayat Aturan Tambahan.

Mengenai bentuk negara diatur dalam Pasal 1 ayat (1) UUD 1945 yg menyatakan 'Negara Indonesia adalah negara kesatuan yg berbentuk Republik'. Sebagai negara kesatuan, maka di negara RI hanya ada satu kekuasaan pemerintahan negara, yakni di tangan pemerintahan pusat. Sebagai negara yg berbentuk Republik, kepala negaranya dijabat oleh Presiden, yg diangkat melalui suatu pemilihan.

Mengenai kedaulatan diatur dlm Pasal 1 ayat (2) yg menyatakan 'kedaulatan adalah di tangan rakyat & dilakukan sepenuhnya oleh MPR'. Oleh karena itu, kedudukan MPR adalah sebagai lembaga tertinggi negara.

Mengenai sistem pemerintahan negara diatur dlm Pasal 4 ayat (1) yg berbunyi 'Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan menurut UUD'. Pasal trsbt menunjukan bahwa sistem pemerintahan yg dianut adalah presidensial, dimana presiden selain kepala negara juga sebagai kpla pemerintahan. Menteri-menteri sebagai pelaksana tugas pemerintahan adalah pembantu presiden yg bertanggung jawab kpda presiden.

Berikut lembaga tertinggi & lembaga-lembaga tinggi negara menurut UUD 1945 (sblm amandemen) :

a. Majelis Permusyawarahan Rakyat (MPR)
b. Presiden
c. Dewan Pertimbangan Agung (DPA)
d. Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)
e. Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK)
f. Mahkamah Agung (MA)

2. Konstitusi RIS 1949
Dalam perjalannya, Belanda berusaha memecah-belah bangsa indonesia dgn cara membentuk negara Sumatra Timur, Negara Indonesia Timur, Negara Pasundan, & Negara Jawa Timur. Bahkan Belanda melakukan Agresi Militer I pada thn 1947 (pendudukan terhadap ibukota jakarta) & Agresi Militer II atas kota Yogyakarta pada tahun 1948. Untuk menyelesaikan pertikaian Belanda dgn RI, PBB turun tangan dengan menyelenggarakann Konferensi Meja Bundar (KMB) di Den Haag (Belanda) tgl 23 Agustus -2 November 1949.

KMB menghasilkan 3 buah persetujuan pokok, yaitu :
a. didirikannya Negara Republik Indonesia Serikat
b. penyerahan kedaulatan kpada Republik Indonesia Serikat
c. dididrikannya uni antara RIS dengan kerajaan Belanda

Perubahan bentuk negara dari negara kesatuan menjadi negara serikat mengharuskan adanay penggantian UUD, sehingga disusunlah naskah UUD RIS & dibuat oleh delegasi RI serta delegasi BFO pada KMB. UUD yg diberi nama Konstitusi RIS tersebut mulai beelaku tgl 27 Desember 1949, yg terdiri atas Mukadimah berisi 4 alinea, Batang Tubuh yg berisi 6 bab & 197 pasal, serta sebuah lampiran.

Mengenai bentuk negara dinyatakan dlm pasal 1 ayat (1) Konstitusi RIS yg berbunyi 'Republik Indonesia Serikat yg merdeka & berdaulat adalah negara hukum yg demokratis & berbentuk federasi'. Dgn berubah menjadi negara serikat, maka di dlm RIS terdapat beberapa negara bagian & masing-masing memiliki kekuasaan pemarintahan di wilayah negara bagiannya. Negara negara bagian itu adlh : Negara Republik Indonesia, Indonesia Timur, Pasundan, Jawa Timur, Madura, Sumatera Timur, Sumatera Selatan. Selain itu terdapat pula satuan kenegaraan yg berdiri sendiri, yaitu : Jawa Tengah , Bangka, Belitung, Riau, Kalimantan Barat, Dayak Besar, Daerah Banjar, Kalimntan Tenggara & Kalimantan Timur. Selama berlakunya Konstitusi RIS 1949, UUD 1945 tetap berlaku hanya untuk negara bagian RI yg meliputi Jawa & Sumatera dengan ibu kota Yogyakarta.

Sistem pemerintahan yg digunakan pada masa berlakunya Konstitusi RIS adlh sistem parlementer, sebagaimana diatur dlm pasal 118 ayat 1 & 2 Konstitusi RIS. Pada ayat (1) ditegaskan bahwa 'Presiden tidak dapat diganggu gugat'. Artinya presiden tdk dpt dimintai pertanggungb jawaban atastugas-tugas pemerintahan, karena presiden adalah kepala negra, bkn kepala pemerintahan.

Pada pasal 118 ayat (2) ditegaskan bahwa 'Menteri-menteri bertanggung jawab atas seluruh kebijaksanaan pemerintah baik bersama sama untuk seluruhnya maupun masing-masing untu dirinya sendiri'. Dengan demikian, yg melaksanakan & bertanggung jawab terhadap tugas tugas pemerintahan adlh menteri-menteri. Dalam sistem ini, kepala pemerintahan dijabat oleh Perdana Menteri, dgn sistem pemerintahan parlementer, dimana pemerintah bertanggung jawab terhadap parlemen (DPR)

Berikut lembaga-lembaga negara menurut Konstitusi RIS :
a. Presiden
b. Menteri-menteri
c. Senat
d. DPR
e. MA
f. Dewan Pengawas Keuangan

Berbagai konstitusi yang berlaku

Sunday, 2 August 2009

UUD 1945 Periode 18 Agustus 1945-27 Desember 1949

Saat Proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945, negara Republik Indonesia belum memiliki konstitusi atau UUD. Namun sehari kemudian PPKI mengadakan sidang pertama yang salah keputusannya adalah mengesahkan UUD yang kemudian disebut UUD 1945. Karena saat itu MPR belum terbentuk, maka UUD 1945 tidak ditetapkan oleh MPR seperti diatur dalam pasal 3 UUD 1945.
Naskah UUD yang disahkan oleh PPKI tersebut disertai penjelasannya dimuat dalam Berita Republik Indonesia No.7 tahun II 1946. UUD 1945 tersebut terdiri atas 3 bagian yaitu Pembukaan, Batang Tubuh (terdiri dari 16 bab, 37 pasal), 4 pasal Aturan Peralihan, dan 2 pasal Aturan Tambahan.
Dalam Pasal 1 ayat (1) UUD 1945 menyatakan “negara Indonesia adalah negara kesatuan yang berbentuk republik”. Sebagai negara kesatuan, maka negara Republik Indonesia hanya ada satu kekuasaan di tangan pemerintah pusat. Tidak ada pemerintah negara bagian seperti yang berlaku di negara-negara serikat (federasi). Kepala negara dijabat oleh presiden yang dipilih melalui pemilu, bukan berdasar keturunan. Kedaulatan diatur dalam Pasal 1 ayat (2) yang berbunyi “kedaulatan ada di tangan rakyat dan dilakukan sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat”.

Sistem pemerintahan negara diatur dalam Pasal 4 ayat (1) yang berbunyi “Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan menurut Undang-Undang Dasar”. Pasal tersebut menunjukkan bahwa sistem pemerintahan menganut sistem presidensial. Presiden sebagai kepala negara juga sebagai kepala pemerintahan. Menteri-menteri sebagai pelaksana tugas pemerintahan adalah pembantu Presiden yang bertanggung jawab kepada Presiden, bukan kepada DPR. Lembaga-lembaga tertinggi negara menurut UUD 1945 sebelum amandemen adalah:
a.MPR
b.Presiden
c.Dewan Pertimbangan Agung (DPA)
d.DPR
e.Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)
f.Mahkamah Agung (MA)

Undang-Undang Dasar Sementara (UUDS) 1950
Pada awal Mei 1950 terjadi penggabungan negara-negara bagian Republik Indonesia Serikat (RIS) sehingga hanya tinggal 3 negara bagian, yaitu Negara Republik Indonesia, Negara Indonesia Timur, dan Negara Sumatera Timur. Kemudian dibuat kesepakatan antara RIS yang mewakili ketiga negara bagian tersebut untuk kembali ke bentuk negara kesatuan. Kesepakatan tersebut dituangkan dalam Piagam Persetujuan tanggal 19 Mei 1950. Untuk mengubah negara serikat menjadi negara kesatuan diperlukan suatu UUD negara kesatuan. UUD tersebut akan diperoleh dengan memasukkan isi UUD 1945 ditambah bagian-bagian yang baik dari konstitusi RIS.
Tanggal 15 Agustus 1950 ditetapkan Undang-undang Federal No.7 tentang UUDS 1950, yang berlaku sejak tanggal 17 Agustus 1950. Maka, sejak tanggal itu Konstitusi RIS 1949 diganti dengan UUDS 1950, dan terbentuklah kembali Negara Kesatuan Republik Indonesia. UUDS 1950 terdiri atas Mukadimah dan Batang Tubuh yang meliputi 6 bab dan 146 pasal. Dianutnya bentuk negara kesatuan dinyatakan dalam Pasal 1 ayat (1) UUDS 1950. Sistem pemerintahan yang dianut pada masa berlakunya UUDS 1950 adalah berlakunya sistem parlementer yang ditegaskan dalam Pasal 83 ayat (1). Lembaga-lembaga negara menurut UUDS 1950 adalah:

·Presiden dan Wakil Presiden
·Menteri-Menteri
·DPR
·Mahkamah Agung
·Dewan Pengawas Keuangan

UUDS 1950 bersifat sementara. Sifat ini tampak dalam pasal 134 yang menyatakan “Konstituante (Lembaga Pembuat UUD) bersama-sama dengan pemerintah selekas-lekasnya menetapkan UUD Republik Indonesia yang akan menggantikan UUDS ini.” Anggota Konstituante dipilih melalui pemilu bulan Desember 1955 dan diresmikan tanggal 10 November 1956 di Bandung.
Setelah bekerja selama kurang lebih 2,5 tahun, Konstituante masih belum berhasil menyelesaikan UUD karena adanya pertentangan pendapat di antar partai-partai politik di badan Konstituante, DPR serta di badan-badan pemerintahan.
Tanggal 22 april 1959 Presiden Soekarno menyampaikan amanat berisi anjuran untuk kembali ke UUD 1945. Tapi karena belum memperoleh kata sepakat, akhirnya diadakan pemungutan suara. Sekalipunsudah diadakan 3 kali pemungutan suara, ternyata jumlah suara yang mendukung anjuran Presiden belum memenuhi syarat 2/3 suara dari anggota yang hadir. Karena hal tersebut, tanggal 5 Juli 1959 Presiden Soekarno mengeluarkan sebuah Dekrit Presiden yang berisi:

1.Menetapkan pembubaran Konstituante
2.Menetapkan berlakunya kembali UUD 1945 dan tidak berlakunya lagi UUDS 1950
3.Pembentukan MPRS dan DPAS

Dengan demikian, maka UUD 1945 berlaku kembali sebagai landasan konstusional dalam menyelenggarakan pemerintahan Republik Indonesia.

UUD 1945 Tahun 1959-Sekarang
a.UUD Periode 5 Juli 1959- 19 Oktober 1999

Penyelenggaraan negara pada masa berlaku UUD 1945 sejak 5 Juli 1959-19 Oktober 1999 ternyata mengalami berbagai pergeseran bahkan penyimpangan. Karena itu, pelaksanaaan UUD 1945 selama kurun waktu tersebut dapat dibagi menjadi 2 periode, yaitu Orde Lama (1959-1966) dan Orde Baru (1966-1999).
Pada masa pemerintahan Orde lama, banyak terjadi penyimpangan pada kehidupan politik dan pemerintahan yang dilakukan presiden dan MPRS yang bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945. Selain itu muncul pertentangan politik dan konflik lainnya yang berkepanjangan sehingga situasi politik, keamanan, dan ekonomi semakin memburuk. Puncaknya adalah pemberontakan G-30-S/PKI.
Karena keadaan semakin membahayakan, Presiden Soekarno memberikan perintah kepada Letjen Soeharto melalui Surat Perintah 11 Maret 1966 (Supersemar) untuk mengambil segala tindakan yang diperlukan untuk menjamin kemanan, ketertiban, ketenangan, dan kestabilan jalannya pemerintah. Lahirnya Supersemar dianggap sebagai awal masa Orde Baru.
Semboyan Orde Baru pada masa itu adalah melaksanakan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen. Tapi kenyataannya, dilihat dari prinsip demokrasi, prinsip negara hokum, dan keadilan sosial, ternyata masih banyak hal yang jauh dari harapan. Keadaannya hampir sama pada masa Orde Lama, di mana kekuasaan presiden sangat dominan dan kontrol DPR terhadap kebijakan presiden dan pemerintah lemah.
Selain itu, kelemahan tersebut terletak pada UUD 1945 itu sendiri, yang sifatnya singkat dan luwes, sehingga memungkinkan munculnya berbagai penyimpangan. Tuntutan untuk merubah UUD 1945 tidak memproleh tanggapan, bahkan pemerintahan Orde Baru bertekad mempertahankan dan tidak merubah UUD 1945.

b.UUD 1945 Periode 19 Oktober1999-Sekarang

Seiring tuntutan reformasi dan setelah lengsernya Presiden Soeharto tahun 1999, dilakukan amandemen terhadap UUD 1945. Sampai saat ini UUD 1945 sudah mengalami 4 kali perubahan, yaitu pada tahun 1999, 2000, 2001, dan 2002.Penyebutan UUD setelah perubahan menjadi lebih lengkap, yaitu Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Melalui empat tahap amandemen tersebut, UUD 1945 telah mengalami perubahan yang cukup mendasar.Perubahan itu menyangkut kelembagaan negara, pemilu, pembatasan kekuasaan presiden dan wakilnya, memperkuat kedudukan DPR, pemerintahan daerah, dan ketentuan yang lebih detail tentang HAM.
Apakah UUD 1945 yang telah diubah telah dijalankan semestinya, masih harus ditunggu perkembangannya, karena masa berlakunya belum lama dan masih masa peralihan. Setidaknya setelah perubahan UUD 1945, rakyat lebih dilibatkan secara langsung, Misalnya dalam pemilihan presiden dan wakil presiden, dan pemilihan kepala daerah. Hal-hal itu lebih mempertegas prinsip kedaulatan rakyat yang dianut negara Indonesia.
Setelah melalui amandemen, terdapat lembaga-lembaga negara baru yang dibentuk, serta ada juga lembaga negara yang dihapus, yaitu Dewan Pertimbangan Agung (DPA). Lembaga-lembaga negara menurut UUD 1945 setelah amandemen adalah:
a.Presiden
b.MPR
c.DPR
d.DPRD
e.DPD
f.Badan Pemeriksa Keuangan
g.Mahkamah Konstitusi
h.Komisi Yudisial